Selasa, 29 Mei 2012

SERAGAMKU YANG LUSUH


      Sudah lima tahun, hari demi hari aku arungi. Hanya baju lusuh yang berlambangkan burung garuda dan bertuliskan Tut Wuri Handayani yang aku kenakan selama aku duduk di bangku sekolah. Aku ingin memiliki baju yang baru seperti baju yang aku kenakan yang bertuliskan Tut Wuri Handayani . Tapi, aku tak memiliki uang. Makan saja 3x sehari aku tak mampu.

Baju lusuh yang aku kenakan adalah harta yang paling berharga. Baju lusuh itu pemberian dari kakek. Aku akan menjaganya sampai kapanpun, aku akan merawatnya dan menjaganya. Aku bangga bila mengenakan baju itu walaupun sudah lusuh.

Ketika aku masih duduk di bangku sekolah. Di saat mengikuti pelajaran di kelas banyak teman-teman menghinaku tentang baju yang aku kenakan. Tapi, aku tak peduli dengan perkataan teman-temanku. Aku teringat pesan kakekku carilah ilmu hingga ke negri cina. Dan  jika kamu sudah merasa memiliki ilmu, janganlah kamu sombong dangan apa yang sudah kamu miliki. Aku teringat betul ketika kakek bilang seperti itu padaku

Di pagi hari suasana kelas ramai suara riuh terdengar dimana-mana. Dengan wajah lugunya. Teman-teman selalu mengejek tentang baju yang aku kenakan hanya sebuah senyuman yang muncul dari bibirku.

Tak lama kemudian terdengar langkah kaki mulai mendekat dan terlihat ibu Nadia mulai masuk kelas dan kami pun terdiam, suara berisik itupun hilang begitu saja. Bu Nadia menyampaikan informasi bahwa ujian sebentar lagi akan di adakan.

Bunyi bell istirahat mulai berbunyi, teman-teman mulai berlari menuju halaman kelas. Banyak siswa lain yang sedang bermain. Di sudut kelas Asti dan kiki duduk di bawah pohon yang rindang, sambil membahas yang di sampaikan oleh Bu Nadia barusan. Asti bingung agar bisa mengikuti ujian itu.

Berbagai cara Asti mencari kerjaan agar bisa menambah uang jajannya, dari semir sepatu ia lakukan. Tapi, penghasilan itu tak mampu menambah uang jajannya. Asti mencari lagi pekerjaan yang lain hingga menjual koran di pinggir jalan. Tak banyak yang mau membelinya. Setiap hari setelah pulang sekolah Asti menjual korannya. Uang dari hasil menjual koran, Asti menyisihkan buat membayar peralatan sekolah.

Masih mengenakan seragam lusuhnya Asti langsung menjual koran di trotoar dan menawarkan dagangannya kepada orang yang lewat di jalan tersebut. Terik matahari yang begitu panas tak menghalangi semangat Asti tuk menjual korannya. Asti terus menawarkan korannya kepada orang yang lewat di hadapannya. Tak terasa sudah malam Asti pun pulang.

Sampai di rumah Asti belum sempat menghitung uang dagangannya, Asti takut jika orang tua tahu bila Asti menjual koran. Selama ini orang tua Asti tak pernah memberi uang jajan kepada Asti. Tak lama Asti sudah di marahin sama ayah tirinya yang begitu jahat. Wajah Asti di tampar begitu saja tanpa sebab yang jelas. Asti menangis, Ibu Asti hanya bisa terdiam dan melihat ketika Asti di tampar oleh ayah tirinya. Asti bergegas masuk dalam kamar. Ibu asti mengetuk pintu kamar Asti, untuk menenangkan hati Asti.

Ke esokan hari, Asti menunggu kiki di kelas. Asti pun ingin menceritakan kejadian yang di alaminya kepada sahabatnya. Banyak masalah yang menyelimuti pikiran Asti. Asti tak kuat memendam masalahnya. Tak lama kemudian Kiki datang dan menghampiri Asti. Asti pun menangis ketika dia menceritakan kepada Kiki. Tak banyak kiki lakukan hanya dia memberi motivasi kepada Asti, agar Asti semangat lagi tuk belajar.

Di kamar, Asti menghitung uang tabungannya. Tapi, uang tersebut tak cukup untuk membayar peralatan sekolah. Apalagi, Asti berangan-angan bisa membeli baju baru. Asti pun menemui kedua orang tuanya di ruang tamu. Di saat semua berkumpul dan menonton televisi. Asti meminta uang kepada Ibunya dengan baik-baik untuk membeli baju sekolah. Tapi malah Asti di marahin dan kata-kata cacian keluar dari mulut ibunya. Asti pun menangis dan heran dengan sikap ibu yang berubah. Tak lama kemudian ayah tiri Asti datang. Dan mempertanyakan yang sedang terjadi di rumah. Dan tanpa sebab ayah tirinya memukul asti.

Asti tak tahan dengan sikap kedua orang tuanya yang selalu memukuli tanpa ada alasan yang benar, sampai-sampai orang tuanya tega meludahi muka Asti. Asti bingung harus bagaimana agar bisa mendapatkan hak kebahagiaan seorang anak. Dengan ketabahan hati Asti, setiap malam Asti pun berdoa mendoakan kedua orang tuanya. Agar bisa di ampuni dosanya dan bisa mendapatkan kebahagiaan yang semestinya.

Setelah pulang sekolah di pinggir jalan. Masih mengenakan seragam yang lusuh Asti menjual koran. Tak di sadari Asti bertemu dengan Kiki di pinggir jalan. Merasa tak tega melihat Asti sendirian menjual koran di pinggir jalan, Kiki pun membantu menjualkan koran tersebut. Mereka menjual koran di berbagai tempat, terik matahari yang panas tak bisa mengalahkan semangat mereka. Tak di sadari waktu sudah sore, mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Asti merasa senang dan bahagia saat sahabatnya mau membantu menjual koran.

Sampai di rumah, seperti biasa. Asti pun di marahin oleh ke dua orang tua nya. Kata-kata kasar dan pukulan dari ayah tirinya, membuat Asti tak kuat untuk menahan semua itu. Asti mulai melawan tapi Asti takut jika amarah ayah tirinya. Berkelanjutan ke Raka adik Asti. Saat semua berakhir Asti pun di suruh minta uang kepada ayahnya yang tinggal di kota. Asti pun bergegas pergi ke kota.

Masih mengenakan seragam lusuhnya. Asti mengambil sepeda bututnya dan dia pergi ke kota dengan sepadanya. Asti pun tak membawa perbekalan yang banyak, hanya seragam lusuhnya yang dia kenakan. Asti mengayuh sepeda itu, dengan sekuat tenaga asti terus mengayuhnya. dalam perjalanan langitpun berubah menjadi gelap. Asti masih mengayuhnya sampai di jalan persawahan  Hujanpun turun membasahi seragam yang ia kenakan Asti pun mencari tempat berteduh. Tapi, tak ada tempat untuk berteduh. Dari kejauhan terlihat sebuah masjid Asti pun menuju ke masjid tersebut dan dia berteduh di masjid itu.

Rasa lapar tak sanggup menghangatkan tubuh Asti. Asti pun mulai lemah. Dari dalam masjid keluarlah seorang bapak-bapak yang menghampiri Asti. Bapak-bapak tersebut membawa makanan dan sebuah selimut buat Asti. Asti berterima kasih kepada orang tersebut yang mau menolongnya. Dengan cepat asti memakan makanan yang di berikan oleh orang tersebut. Sambil menunggu hujan reda. Rasa letih yang masih ada di dalam tubuh Asti membuat asti tertidur. Tak lama kemudian hujanpun reda dan Asti pun ingin melanjutkan perjalanan sebelum itu, Asti mencari orang yang sudah menolongnya dan berterima kasih atas apa yang di lakukan bapak tersebut.

 Sampai di kota, asti merasa mau kemana, banyak jalan yang bercabang. Asti pun mencoba bertanya kepada orang yang ada di pinggir jalan tersebut. Asti pun mencoba pergi ke arah yang di tunjukan oleh orang-orang tersebut. Asti masih bingung dengan jalan yang di lewati itu, asti berusaha bertanya kepada pak polisi namun polisi tersebut tak tahu alamat tersebut. Asti berusa mencari rumah tinggal ayahnya sendiri. Banyak orang yang tak tahu rumah ayahnya. Tak di sengaja Asti pun bertemu dengan sahabat ayahnya.

Asti pun mempertanyakan keadaan ayahnya. Tapi om Budi tak tahu keadaan ayah Asti. Waktu sudah larut malam, om Budi mengajak Asti ke rumahnya untuk beristirahat. Di rumah om Budi, Asti menceritakan maksud dan tujuannya datang ke kota. Om Budi terharu dengan cerita Asti, om Budi pun mau menolong Asti untuk mengantar ke rumah ayah asti.

Ke esokan harinya. Asti pun di antar sama om Budi ke rumah ayahnya. Tapi, sampai di rumah ayah Asti. Asti di tinggal sendirian di rumah ayahnya. Tapi, Asti tak bertemu dengan ayahnya. Dia pun menunggu ayahnya pulang hingga larut malam. Sampai Asti terlaelap di teras. Tak lamaa kemudian Asti di bangukan oleh ayahnya. Asti pun memeluk erat tubuh ayahnya.

Asti menceritakan maksud dan tujuan datang ke kota dan ingin bertemu dengan ayah. Asti menjelaskan semua yang dia alami saat ini. Tapi, ayahnya tak peduli dengan apa yang di ceritakan malah Asti pun di marahin. Kasih sayang seorang ayah kepada anaknya hilang. Kebahagiaan di mata asti pun sirna.

Merasa kecewa usaha yang di lakukan Asti sia-sia.  asti pun bergegas pulang dan mengambil sepeda bututnya. Kini sudah tak ada harapan lagi bagi diri Asti, Asti pun minta izin pulang ke kampung halamannya. Tak ada sepersenpun ia dapatkan. Asti tak di kasih apa-apa dari kedua orang tuanya. Dengan sepeda butut asti pulang ke kampung. Asti mengayuhnya kencang sambil menangis. Karna jerih payah dan pengorbanan tak ada hasilnya. Asti pun bingung mau ke mana lagi

Di taman kota asti merenungi apa yang sedang ia alami. Asti berharap kepada tuhan agarada yang mau membantunya. Dan asti bisa mengikuti ujian kelulusan tersebut. Dari jauh terdengar suara yang meminta tolong. Asti pun mencari suara tersebut dan dari mana datangnya. Asti terus menelusuri jalan dimana suara itu muncul. Terlihat seorang kakek tua renta yang meminta tolong untuk membantunya pulang. Asti pun dengan senang hati mengantarkan kakek tersebut ke rumahnya walau asti tak tahu rumah kakek itu. Sampai di rumah kakek itu, Kakek tua renta itu tak bisa memberi apa-apa kepada asti hanya sebuah makanan yang dia berikan kepada Asti.

Asti pun melanjutkan perjalanan pulang ke kampung halaman. Dia masih mengenakan seragam lusuhnya dan sepada bututnya. Dia mengayuhnya secara perlahan-lahan. Di tengah perjalanan itu asti terjatuh, banyak orang yang melihatnya. Tapi, tak ada orang yang mau menolongnya .perlahan-lahan Asti bangun dan melanjutkan perjalanan tak terasa asti sampai di rumah.

Dengan wajah belas kasihan dan rasa kecewa asti mulai memasuki rumah. Belum memasuki rumah asti sudah di hadang sama ayah tirinya. Dan meminta uang kepada asti padahal usaha Asti sia-sia. Ayah tiri Asti memukuli wajah asti hingga berdarah. Banyak tetangga melihat kejadian itu tapi tak ada yang berani menolongku. Merasa puas memukuli tubuh Asti. Dia meninggalkan Asti sendirian di halaman rumah. Perlakuan ayah tiri Asti. Seperti binatang bila semua keinginannya tidak di turuti dia akan membabi buta.

Ke esokan harinya Asti terbangun dengan sekuat tenaga, Asti berjalan memasuki rumah. Sebelum memasuki pintu, Asti sudah di bertemu dengan ayah tirinya. Merasa jijik melihat kondisi asti dan tampa sebab yang jelas Asti pun di usir dari rumahnya sendiri.

Asti pun pergi dari rumah sambil membawa seragam lusuhnya yang berlambangkan burung Garuda dan bertuliskan Tut Wuri Handayani. Dengan sepeda bututnya. Asti pun menemui sahabatnya dan menceritakan masalah yang di hadapi asti. Tapi, Kiki tak bisa membantunya. Hanya uang receh yang tak seberapa Kiki berikan kepada asti. Asti pun berpesan kepada sahabatnya agar dia rajin belajar.

Asti pun meninggalkan kiki dan melanjutkan perjalanan. Tapi asti tak tahu mau kemana. Asti pun hanya mengikuti arah mata angin tertiup. Merasa tak punya apa-apa. Asti berfikiran untuk kembali ke kota. Tapi, jarak antara kampung halaman dengan kota sangatlah jauh. Butuh beberapa jam agar sampai sana. Tenaga asti sudah tak kuat untuk melanjutkan perjalanannya. Dia beristirahat di sebuah gubuk tua. Asti pun menangis di gubuk itu. Kebingungan dan kebimbangan membuat asti tak tahu apa yang harus daia lakukan.

Terdengar suara keroncongan dari perut asti. Asti berusaha mencari makanan di sekitar gubuk tua itu. Tapi, di situ tidak ada apa. Asti perlahan-lahan melanjutkan perjalanan sambil menahan rasa lapar berharap ada orang yang memberi makanan kepada dia.
Asti pun pergi ke pasar, dia mencari pekerjaan yang bisa aku lakukan. Dengan wajah pucat dan tak bertenaga asti pun di tolong seorang ibu yang berjualan di pasar itu. Asti di beri makanan dan di suruh untuk membantu pekerjaan ibu itu.

. Walau upah dari pekerjaan tak seberapa. Tapi, bagi asti itu bermanfaat. Dia memanfaatkan pemberian dari ibu itu dengan baik. Dikit demi dikit uang itu Asti kumpulkan agar bisa melanjutkan sekolah. Uang yang asti kumpulkan tak cukup untuk melunasi biaya sekolah. Asti pun hanya bisa melihat teman-temannya duduk di dalam kelas sambil mengerjakan soal-soal ujian. Asti pun ingin merasakan apa yang teman-teman asti rasakan saat ini. Tapi, itu hanya mimpi bagi asti.

Tak di duga ibu itu, menawarkan asti untuk melanjutkan sekolah, semua biaya akan di tanggung ibu itu. Tapi, asti tak mau merepotkan dan ibu itu sering memaksa agar asti bisa melanjutkan sekolah. Dengan senang hati dan tak mau mengecewakan perasaan ibu tersedut. Asti mau menerima tawaran asalkan asti masih mengenakan seragam lusuh yang dia miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar