Sudah lima tahun, hari demi hari aku arungi. Hanya baju lusuh yang berlambangkan burung garuda dan bertuliskan Tut Wuri Handayani yang aku kenakan selama aku duduk di bangku sekolah. Aku ingin memiliki baju yang baru seperti baju yang aku kenakan yang bertuliskan Tut Wuri Handayani . Tapi, aku tak memiliki uang. Makan saja 3x sehari aku tak mampu.
Baju lusuh yang aku kenakan
adalah harta yang paling berharga. Baju lusuh itu pemberian dari kakek. Aku
akan menjaganya sampai kapanpun, aku akan merawatnya dan menjaganya. Aku bangga
bila mengenakan baju itu walaupun sudah lusuh.
Ketika aku masih
duduk di bangku sekolah. Di saat mengikuti pelajaran di kelas banyak
teman-teman menghinaku tentang baju yang aku kenakan. Tapi, aku tak peduli
dengan perkataan teman-temanku. Aku teringat pesan kakekku carilah ilmu hingga
ke negri cina. Dan jika kamu sudah
merasa memiliki ilmu, janganlah kamu sombong dangan apa yang sudah kamu miliki.
Aku teringat betul ketika kakek bilang seperti itu padaku
Di pagi hari suasana kelas ramai suara riuh terdengar dimana-mana.
Dengan wajah lugunya. Teman-teman
selalu mengejek tentang baju yang aku kenakan hanya sebuah senyuman yang muncul
dari bibirku.
Tak lama kemudian terdengar langkah kaki mulai mendekat dan terlihat ibu Nadia mulai masuk kelas dan kami pun
terdiam, suara berisik itupun hilang begitu saja. Bu Nadia menyampaikan informasi bahwa ujian sebentar lagi
akan di adakan.
Bunyi bell istirahat
mulai berbunyi, teman-teman mulai berlari menuju halaman kelas. Banyak siswa lain yang sedang bermain. Di sudut kelas Asti dan kiki duduk di bawah pohon yang rindang, sambil membahas yang di sampaikan oleh Bu Nadia barusan. Asti bingung agar bisa mengikuti ujian itu.
Berbagai cara Asti
mencari kerjaan agar bisa menambah uang jajannya, dari semir sepatu ia lakukan.
Tapi, penghasilan itu tak mampu menambah uang jajannya. Asti mencari lagi
pekerjaan yang lain hingga menjual koran di pinggir jalan. Tak banyak yang mau
membelinya. Setiap hari setelah pulang sekolah Asti menjual korannya. Uang dari
hasil menjual koran, Asti menyisihkan buat membayar peralatan sekolah.
Masih mengenakan seragam lusuhnya Asti langsung menjual koran di trotoar
dan menawarkan dagangannya kepada orang yang lewat di jalan tersebut. Terik
matahari yang begitu panas tak menghalangi semangat Asti tuk menjual korannya.
Asti terus menawarkan korannya kepada orang yang lewat di hadapannya. Tak
terasa sudah malam Asti pun pulang.
Sampai di rumah Asti belum sempat menghitung uang dagangannya, Asti takut
jika orang tua tahu bila Asti menjual koran. Selama ini orang tua Asti tak
pernah memberi uang jajan kepada Asti. Tak lama Asti sudah di marahin sama ayah
tirinya yang begitu jahat. Wajah Asti di tampar begitu saja tanpa sebab yang
jelas. Asti menangis, Ibu Asti hanya bisa terdiam dan melihat ketika Asti di
tampar oleh ayah tirinya. Asti bergegas masuk dalam kamar. Ibu asti mengetuk
pintu kamar Asti, untuk menenangkan hati Asti.
Ke esokan hari, Asti menunggu kiki di kelas. Asti pun ingin menceritakan kejadian
yang di alaminya kepada sahabatnya. Banyak masalah yang menyelimuti pikiran
Asti. Asti tak kuat memendam masalahnya. Tak lama kemudian Kiki datang dan
menghampiri Asti. Asti pun menangis ketika dia menceritakan kepada Kiki. Tak
banyak kiki lakukan hanya dia memberi motivasi kepada Asti, agar Asti semangat
lagi tuk belajar.
Di kamar, Asti menghitung uang tabungannya. Tapi, uang tersebut tak cukup
untuk membayar peralatan sekolah. Apalagi, Asti berangan-angan bisa membeli
baju baru. Asti pun menemui kedua orang tuanya di ruang tamu. Di saat semua berkumpul
dan menonton televisi. Asti meminta uang kepada Ibunya dengan baik-baik untuk
membeli baju sekolah. Tapi malah Asti di marahin dan kata-kata cacian keluar
dari mulut ibunya. Asti pun menangis dan heran dengan sikap ibu yang berubah.
Tak lama kemudian ayah tiri Asti datang. Dan mempertanyakan yang sedang terjadi
di rumah. Dan tanpa sebab ayah tirinya memukul asti.
Asti tak tahan dengan sikap kedua orang tuanya yang selalu memukuli tanpa
ada alasan yang benar, sampai-sampai orang tuanya tega meludahi muka Asti. Asti
bingung harus bagaimana agar bisa mendapatkan hak kebahagiaan seorang anak.
Dengan ketabahan hati Asti, setiap malam Asti pun berdoa mendoakan kedua orang
tuanya. Agar bisa di ampuni dosanya dan bisa mendapatkan kebahagiaan yang
semestinya.
Setelah pulang sekolah di pinggir jalan. Masih mengenakan seragam yang
lusuh Asti menjual koran. Tak di sadari Asti bertemu dengan Kiki di pinggir
jalan. Merasa tak tega melihat Asti sendirian menjual koran di pinggir jalan,
Kiki pun membantu menjualkan koran tersebut. Mereka menjual koran di berbagai
tempat, terik matahari yang panas tak bisa mengalahkan semangat mereka. Tak di
sadari waktu sudah sore, mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Asti merasa
senang dan bahagia saat sahabatnya mau membantu menjual koran.
Sampai di rumah, seperti biasa. Asti pun di marahin oleh ke dua orang tua
nya. Kata-kata kasar dan pukulan dari ayah tirinya, membuat Asti tak kuat untuk
menahan semua itu. Asti mulai melawan tapi Asti takut jika amarah ayah tirinya.
Berkelanjutan ke Raka adik Asti. Saat semua berakhir Asti pun di suruh minta
uang kepada ayahnya yang tinggal di kota. Asti pun bergegas pergi ke kota.
Masih mengenakan seragam lusuhnya. Asti mengambil sepeda bututnya dan dia pergi
ke kota dengan sepadanya. Asti pun tak membawa perbekalan yang banyak, hanya
seragam lusuhnya yang dia kenakan. Asti mengayuh sepeda itu, dengan sekuat
tenaga asti terus mengayuhnya. dalam perjalanan langitpun berubah menjadi gelap.
Asti masih mengayuhnya sampai di jalan persawahan Hujanpun turun membasahi seragam yang ia
kenakan Asti pun mencari tempat berteduh. Tapi, tak ada tempat untuk berteduh.
Dari kejauhan terlihat sebuah masjid Asti pun menuju ke masjid tersebut dan dia
berteduh di masjid itu.
Rasa lapar tak sanggup menghangatkan tubuh Asti. Asti pun mulai lemah. Dari
dalam masjid keluarlah seorang bapak-bapak yang menghampiri Asti. Bapak-bapak
tersebut membawa makanan dan sebuah selimut buat Asti. Asti berterima kasih
kepada orang tersebut yang mau menolongnya. Dengan cepat asti memakan makanan
yang di berikan oleh orang tersebut. Sambil menunggu hujan reda. Rasa letih
yang masih ada di dalam tubuh Asti membuat asti tertidur. Tak lama kemudian
hujanpun reda dan Asti pun ingin melanjutkan perjalanan sebelum itu, Asti
mencari orang yang sudah menolongnya dan berterima kasih atas apa yang di
lakukan bapak tersebut.
Sampai di kota, asti merasa mau
kemana, banyak jalan yang bercabang. Asti pun mencoba bertanya kepada orang
yang ada di pinggir jalan tersebut. Asti pun mencoba pergi ke arah yang di tunjukan
oleh orang-orang tersebut. Asti masih bingung dengan jalan yang di lewati itu,
asti berusaha bertanya kepada pak polisi namun polisi tersebut tak tahu alamat
tersebut. Asti berusa mencari rumah tinggal ayahnya sendiri. Banyak orang yang tak
tahu rumah ayahnya. Tak di sengaja Asti pun bertemu dengan sahabat ayahnya.
Asti pun mempertanyakan keadaan ayahnya. Tapi om Budi tak tahu keadaan ayah
Asti. Waktu sudah larut malam, om Budi mengajak Asti ke rumahnya untuk
beristirahat. Di rumah om Budi, Asti menceritakan maksud dan tujuannya datang
ke kota. Om Budi terharu dengan cerita Asti, om Budi pun mau menolong Asti
untuk mengantar ke rumah ayah asti.
Ke esokan harinya. Asti pun di antar sama om Budi ke rumah ayahnya. Tapi,
sampai di rumah ayah Asti. Asti di tinggal sendirian di rumah ayahnya. Tapi,
Asti tak bertemu dengan ayahnya. Dia pun menunggu ayahnya pulang hingga larut
malam. Sampai Asti terlaelap di teras. Tak lamaa kemudian Asti di bangukan oleh
ayahnya. Asti pun memeluk erat tubuh ayahnya.
Asti menceritakan maksud dan tujuan datang ke kota dan ingin bertemu dengan
ayah. Asti menjelaskan semua yang dia alami saat ini. Tapi, ayahnya tak peduli
dengan apa yang di ceritakan malah Asti pun di marahin. Kasih sayang seorang
ayah kepada anaknya hilang. Kebahagiaan di mata asti pun sirna.
Merasa kecewa usaha yang di lakukan Asti sia-sia. asti pun bergegas pulang dan mengambil sepeda
bututnya. Kini sudah tak ada harapan lagi bagi diri Asti, Asti pun minta izin
pulang ke kampung halamannya. Tak ada sepersenpun ia dapatkan. Asti tak di kasih
apa-apa dari kedua orang tuanya. Dengan sepeda butut asti pulang ke kampung.
Asti mengayuhnya kencang sambil menangis. Karna jerih payah dan pengorbanan tak
ada hasilnya. Asti pun bingung mau ke mana lagi
Di taman kota asti merenungi apa yang sedang ia alami. Asti berharap kepada
tuhan agarada yang mau membantunya. Dan asti bisa mengikuti ujian kelulusan
tersebut. Dari jauh terdengar suara yang meminta tolong. Asti pun mencari suara
tersebut dan dari mana datangnya. Asti terus menelusuri jalan dimana suara itu
muncul. Terlihat seorang kakek tua renta yang meminta tolong untuk membantunya
pulang. Asti pun dengan senang hati mengantarkan kakek tersebut ke rumahnya
walau asti tak tahu rumah kakek itu. Sampai di rumah kakek itu, Kakek tua renta
itu tak bisa memberi apa-apa kepada asti hanya sebuah makanan yang dia berikan
kepada Asti.
Asti pun melanjutkan perjalanan pulang ke kampung halaman. Dia masih
mengenakan seragam lusuhnya dan sepada bututnya. Dia mengayuhnya secara
perlahan-lahan. Di tengah perjalanan itu asti terjatuh, banyak orang yang
melihatnya. Tapi, tak ada orang yang mau menolongnya .perlahan-lahan Asti
bangun dan melanjutkan perjalanan tak terasa asti sampai di rumah.
Dengan wajah belas
kasihan dan rasa kecewa asti mulai memasuki rumah. Belum memasuki rumah asti
sudah di hadang sama ayah tirinya. Dan meminta uang kepada asti padahal usaha
Asti sia-sia. Ayah tiri Asti memukuli wajah asti hingga berdarah. Banyak
tetangga melihat kejadian itu tapi tak ada yang berani menolongku. Merasa puas
memukuli tubuh Asti. Dia meninggalkan Asti sendirian di halaman rumah.
Perlakuan ayah tiri Asti. Seperti binatang bila semua keinginannya tidak di
turuti dia akan membabi buta.
Ke esokan harinya Asti
terbangun dengan sekuat tenaga, Asti berjalan memasuki rumah. Sebelum memasuki
pintu, Asti sudah di bertemu dengan ayah tirinya. Merasa jijik melihat kondisi
asti dan tampa sebab yang jelas Asti pun di usir dari rumahnya sendiri.
Asti pun pergi dari rumah
sambil membawa seragam lusuhnya yang berlambangkan burung Garuda dan bertuliskan
Tut Wuri Handayani. Dengan sepeda bututnya. Asti pun menemui sahabatnya dan
menceritakan masalah yang di hadapi asti. Tapi, Kiki tak bisa membantunya.
Hanya uang receh yang tak seberapa Kiki berikan kepada asti. Asti pun berpesan
kepada sahabatnya agar dia rajin belajar.
Asti pun meninggalkan
kiki dan melanjutkan perjalanan. Tapi asti tak tahu mau kemana. Asti pun hanya
mengikuti arah mata angin tertiup. Merasa tak punya apa-apa. Asti berfikiran
untuk kembali ke kota. Tapi, jarak antara kampung halaman dengan kota sangatlah
jauh. Butuh beberapa jam agar sampai sana. Tenaga asti sudah tak kuat untuk
melanjutkan perjalanannya. Dia beristirahat di sebuah gubuk tua. Asti pun
menangis di gubuk itu. Kebingungan dan kebimbangan membuat asti tak tahu apa
yang harus daia lakukan.
Terdengar suara
keroncongan dari perut asti. Asti berusaha mencari makanan di sekitar gubuk tua
itu. Tapi, di situ tidak ada apa. Asti perlahan-lahan melanjutkan perjalanan
sambil menahan rasa lapar berharap ada orang yang memberi makanan kepada dia.
Asti pun pergi ke pasar,
dia mencari pekerjaan yang bisa aku lakukan. Dengan wajah pucat dan tak
bertenaga asti pun di tolong seorang ibu yang berjualan di pasar itu. Asti di
beri makanan dan di suruh untuk membantu pekerjaan ibu itu.
. Walau upah dari
pekerjaan tak seberapa. Tapi, bagi asti itu bermanfaat. Dia memanfaatkan pemberian
dari ibu itu dengan baik. Dikit demi dikit uang itu Asti kumpulkan agar bisa
melanjutkan sekolah. Uang yang asti kumpulkan tak cukup untuk melunasi biaya
sekolah. Asti pun hanya bisa melihat teman-temannya duduk di dalam kelas sambil
mengerjakan soal-soal ujian. Asti pun ingin merasakan apa yang teman-teman asti
rasakan saat ini. Tapi, itu hanya mimpi bagi asti.
Tak di duga ibu itu,
menawarkan asti untuk melanjutkan sekolah, semua biaya akan di tanggung ibu
itu. Tapi, asti tak mau merepotkan dan ibu itu sering memaksa agar asti bisa
melanjutkan sekolah. Dengan senang hati dan tak mau mengecewakan perasaan ibu
tersedut. Asti mau menerima tawaran asalkan asti masih mengenakan seragam lusuh
yang dia miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar